Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, tidak ada yang mengatur secara spesifik mengenai holding company atau parent company atau perseroan induk.
Berdasarkan Black’s Law Dictionary Pocket Edition, yang dimaksud dengan holding company adalah:
“A company formed to control other companies, usually confining its role to owning stock and supervising management.”
Namun demikian dalam rangka memanfaatkan prinsip limited liability atau pertanggungjawaban terbatas, sebuah perseroan dapat mendirikan “Perseroan Anak” atau Subsidiary Company untuk menjalankan bisnis “Perseroan Induk” (Parent Company). Dengan demikian, sesuai dengan prinsip keterpisahan (separation) dan perbedaan (distinction) yang dikenal dengan istilah separate entity, maka aset Perseroan Induk dengan Perseroan Anak “terisolasi” terhadap kerugian potensial (potential losses) yang akan dialami oleh satu di antaranya.
Bahwa secara definitif hubungan afiliasi antara Perusahaan Induk dengan Perusahaan Anak dapat terjadi karena 2 hal :
Bahwa definisi perusahaan induk disini berarti bahwa pada susunan kepemilikan saham dikuasai oleh badan hukum (Perseroan) yaitu Perusahaan Induk. Dimana sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Kepala BKPM No. 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non-Perizinan Penanaman Modal, Penanaman Modal Perseroan khususnya dalam hal ini Penanaman Modal Asing (PMA) pendiri atau pemegang saham dapat berstatus :
Bahwa dengan proses afiliasi dimana perusahaan induk memiliki sebagian besar saham perusahaan anak, sehingga keuntungan sistem ini adalah adanya fungsi kontrol terhadap perusahaan anak yang dapat terjaga karena proses pengambilan kebijakan, penentuan organ perseroan dan penentu jalannya rapat umum pemegang saham (RUPS) berada pada kekuasaan perusahaan induk.
Bahwa kelemahan dalam proses ini adalah :
Bahwa dalam hal ini susunan pemegang saham pada perusahaan induk dan perusahaan anak adalah sama, namun kepemilikan saham tetap dikuasai secara perorangan. Sehingga proses kontrol dan kebijakan perusahaan induk tidak dapat langsung terjadi kecuali semua proses Rapat Umum Pemegang Saham serta pengeluaran kebijakan perusahaan memiliki waktu yang berdekatan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak sehingga dapat diawasi dengan lebih baik; Sistem ini akan berjalan sangat baik apabila susunan pemegang saham perusahaan induk dan perusahaan anak adalah sama persis, meskipun memiliki organ perseroan yang berbeda. Keuntungan lain dari sistem ini adalah proses pendirian dapat dilakukan secara bersamaan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak;
Bahwa kelemahan dari sistem ini adalah apabila ada pemegang saham yang bermasalah dalam perusahaan induk maka pemegang saham tersebut akan menimbulkan masalah pada perusahaan anak. Karena disini perusahaan induk tidak berperan secara menyeluruh namun menguasai perusahaan anak berdasarkan peran dari pemegang saham.
Bahwa tidak dapat dipungkiri faktor penentu dalam sistem afiliasi ini adalah adanya Pemilikan Saham ,Perjanjian, dan /atau Faktor Faktual. Dimana dua pilihan diatas adalah pilihan mengenai Pemilikan Saham, dan mengenai perjanjian adalah wajib sebagai “sabuk pengaman” dari ketentuan hukum yang ada meskipun mungkin belum diperlukan. Serta dilengkapi faktor factual yang akan semakin baik seiring berjalannya waktu dan meningkatnya daya tahan perusahaan. Faktor factual ini akan mudah terlihat apabila kolaborasi perusahaan induk dan perusahaan anak sudah menunjuukan sebuah system yang berjalan dengan baik dimana perusahaan induk sebagai penyusun kebijakan dana perusahaan anak sebagai pelaksana kegiatan usaha.